Minggu, 17 Oktober 2010

ngah darwis blog

Muhammad Darwis Korupsi Dalam Islam
ngah darwis

Komunitas Hukum Indonesia Pakar Hukum Indonesia Riau fngah darwis

Hal Ini Terjadi Pada Kasus Ali Mazi Gubernur Sulawesi Tenggara Yang Tengah Diperiksa Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kasus Dugaan Korupsi Hotel Hilton Tidak Hanya Itu Di Banyak Daerah Tempat Kepala Daerah ngah darwis

Dalam Survey Lembaga Transparency International Indonesia TII Indonesia Masih Menduduki Peringkat Ke143 Diantara 179 Negera Di Dunia Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Peringkat Itu Indonesia Menduduki Peringkat Ke36 ngah darwis

Sedangkan UndangUndang Yang Pertama Kali Mencantumkan Pengertian Korupsi Pada Pasal 1 UndangUndang No 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagian Besar Pengertian Korupsi Dalam UU Tersebut Dirujuk Dari Kitab ngah darwis

Ada Beberapa Cara Untuk Memberantas Korupsi Diantaranya Membuat Manajemen Keuangan Publik Yang Baru Memberi Pelatihan Kepada Penyelidik Dan Hakim Untuk Membongkar Korupsi Bekerja Sama Dengan Dalam Memberantasi Korupsi Di Setiap ngah darwis

AKAR RUMPUT PERSOALAN KORUPSI Oleh Muhammad Darwis Indonesia Merupakan Negara Terkorup Di Dunia Kalimat Ini Membuat Nyiris Hati Anak Bangsa Yang Menjunjung Tinggi Harkat Dan Martabat Serta Nilai Luruh Yang Seharusnya Dimiliki Untuk Itu Para Koruptor Harus Dienyahkan Karena Tidak Sesuai Dengan Perikemanusiaan Dan Peri Keadilan Kalau Tidak Bangsa Ini Akan Ditenggelamkan Para Koruptor Ini Saya Kira Merupakan Hal Substantif Dalam Memaknai Gerakan Anti Korupsi ngah darwis

Pemberian Tersebut Termasuk Dalam Pengertian Hadiah Sebagaimana Dimaksud Dengan Gratifikasi Yang Diatur Dalam UndangUndang Tindak Pidana Korupsi 23 Pencatatan Dan Pelaporan Hadiah Dan Kekayaan 231 Hakim Wajib Melaporkan Secara ngah darwis

Setelah Menjelaskan Pentingnya Astronomi Dalam Islam Pak Moedji Lanjutnya Menjelaskan Tentang Astronomi Hal Yang Pertama Adalah Cahaya Apa Itu Cahaya Cahaya Adalah Sinar Yang Beragam Sinar Ini Diterjemahkan Ke Dalam Bentuk Gelombang
Muhammad Darwis Kode Etik Kejaksaan ngah darwis

Kejaksaan Sebagai Lembaga Penegak Hukum Melaksanakan Tugasnya Secara Merdeka Dengan Menjujung Tinggi Hak Asasi Manusia Dalam Negara Hukum Berdasarkan Pancasila Dan UUD 1945 Sebagai Lembaga Pemerintahan Yang Melaksanakan Kekuasaan ngah darwis

Masjid Adalah Sebuah Rumah Ibadah Yang Dipergunakan Oleh Umat Islam Dalam Menjalankan Ibadah Mayoritas Masjid Dibangun Dan Didanai Oleh Pihak Ketiga Atau Warga Masyarakat Sebagian Lagi Masjid Didanai Dari Bantuan Pemerintah Ataupun ngah darwis
baca selanjutnya..

Jumat, 15 Oktober 2010

Korupsi dalam Islam


BAB I
PENDAHULUAN
Di negara yang demokratis, penyelenggaraan Pemilu diupayakan untuk mandiri dari proses politik dan pemerintahan. Hal ini disebabkan karena di satu pihak, tidak diinginkan adanya intervensi dari proses politik dan pemerintahan terhadap hasil Pemilu. Di lain pihak, proses pemerintahan diharapkan berjalan tanpa dipengaruhi oleh atau dimanfaatkan untuk kepentingan pemenangan Pemilu. Hal inilah yang menjadi dasar pemisahan antara rezim Pemilu dengan rezim Pemerintahan.
Oleh karena itu salah satu prasyarat penting dalam penyelenggaraan Pemilu di negara demokrasi adalah bahwa penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan oleh lembaga yang mandiri dari pemerintah. Hal ini telah terjamin dalam UUD 1945 Pasal 22 (5) yang menggariskan bahwa : Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Namun dalam UUD 1945 sendiri, pemisahan antara rezim Pemilu dengan rezim Pemerintahan belum sempurna. Hal ini tampak dari penempatan pengaturan Pemilu Presiden yang dalam UUD 1945 berada dalam bab kekuasaan pemerintahan.
Pemilihan umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan satu-satunya komisi negara yang mempunyai legalitas dan tanggung jawab sangat tinggi tinggi terhadap proses pemilu. KPU bukan sebuah lembaga yang berada dibawah struktur pemerintah daerah tetapi mitra kerja sama. Undang-undang secara implisit menghendaki kehadiran KPU sebagai lembaga yang independen dan dipercaya publik. Tugas membangun KPU sebagai lembaga yang dipercaya publik merupakan tugas yang sangat berat. Untuk itu KPU harus dibangun oleh orang-orang yang secara personal integritas dan moralitasnya sudah terbangun dan dipercaya oleh publik. Selain itu, perlu dibangun hubungan transparansi antara KPU dan masyarakat untuk mengontrol proses kerja KPU.
Keputusan KPU No. 68 tahun 2003 tangal 25 Maret 2003 secara tegas merumuskan arah kebijakan dalam proses rekrukmen Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Kabupaten/kota untuk mewujudkan KPU yang dipercaya publik. KPU pusat menterjemahkan anggota KPU sebagai pekerja professional yang mengerti tentang kerja-kerja teknis dan menejemen pelaksanaan pemilihan umum.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis, ingin memberikan pemaparan terkait hal tersebut diatas, agar dapat menjadi tambahan pengetahuan dibidang pemilihan umum, dengan tujuan, apakah yang menjadi dasar pelaksanaan pemilu di Indonesia dan penerapan kedaulatan ditangan rakyat adalah bentuk demokrasi Indonesia.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pemilihan Umum Di Indonesia
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil presiden diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu dalam kata lain adalah suksesi berasal dari bahasa Inggris succession yang berarti the raight, act, or process by which on person succeds to the office, rank, estate or the like, of another. Suksesi kepemimpinan nasional berarti penyegaran atau pergantian unsur-unsur kepemimpinan.
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2010 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum sebanyak sepuluh kali, yaitu dimulai tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009.
Pemilu 1955. Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Sebelumnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab. Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II. Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang – meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.
Pemilu 1971, Ketika Jenderal Soeharto diangkat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden menggantikan Bung Karno dalam Sidang Istimewa MPRS 1967, ia juga tidak secepatnya menyelenggarakan pemilu untuk mencari legitimasi kekuasaan transisi. Malah Ketetapan MPRS XI Tahun 1966 yang mengamanatkan agar Pemilu bisa diselenggarakan dalam tahun 1968, kemudian diubah lagi pada SI MPR 1967, oleh Jenderal Soeharto diubah lagi dengan menetapkan bahwa Pemilu akan diselenggarakan dalam tahun 1971. Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan Presiden Soekarno.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977, setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata perbedaannya dengan Pemilu-pemilu sebelumnya adalah bahwa sejak Pemilu 1977 pesertanya jauh lebih sedikit, dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai itu adalah Partai Persatuan Pembangunan atau PPP dan Partai Demokrasi Indonesia atau PDI) dan satu Golongan Karya atau Golkar. Jadi dalam 5 kali Pemilu, yaitu Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya tiga partai politik. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama Golkar adalah birokrasi sipil dan militer.
Pemilu 1999, Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.
Pemilihan Umum 2004 diselenggarakan secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan Umum Anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka, dan diikuti oleh 24 partai politik. Pemilihan Umum Indonesia 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah.
Pemilu 2009 diikuti oleh semua Parpol yang memiliki kursi di DPR dan Parpol baru yang berstatus badan hukum dari Dephukham yang lolos verifikasi KPU, yang keseluruhannya berjumlah 44 Partai Politik, termasuk 6 Partai Politik Lokal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Jumlah ini lebih besar bila dibandingkan dengan peserta Pemilu tahun 2004 yang berjumlah 24 Partai Politik. Dari 38 partai politik nasional, hanya 9 partai yang memenuhi Parliamentary Threshold yang dilaksanakan berdasarkan ketetapan dalam Bab XIII Pasal 204 -212, UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, ambang batas perolehan suara 2,5 persen. Sementara 29 partai lainnya harus tersingkir. Berikut perolehan 9 partai politik tersebut secara lengkap. Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI P, PKS, PAN , PPP , PKB, Gerindra dan Hanura.

B. Undang-Undang Pemilihan Umum
Selain tercantum dalam UUD 1945, masalah mengenai pemilihan umum juga diuraikan secara sistematis dalam suatu undang-undang yang disusun secara bersama oleh DPR dan Presiden. Undang-undang tentang Pemilihan Umum yang berlaku saat ini adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Undang-undang ini merupakan pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2000 karena undang-undang lama tersebut dianggap sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan perkembangan dinamika masyarakat. Dijelaskan dalam Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2003 bahwa perubahan yang terjadi pada UUD 1945 Pasal 2 ayat (1) yang menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar” bermakna bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut UUD.
Berdasarkan perubahan tersebut, seluruh anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dipilih melalui pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Melalui pemilu tersebut akan lahir lembaga perwakilan dan pemerintahan yang demokratis.
Tujuan dari diselenggarakannya pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat, dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pemilihan umum (pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Peserta pemilu adalah partai politik untuk calon anggota legislatif danperseorangan untuk calon anggota DPD yang telah memenuhi persyaratan sesuai UU No. 12 Tahun 2003. Sebagai sebuah negara demokrasi, Indonesia memberikan hak yang sama bagi semua warganya yang memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Menurut Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2003, untuk dapat didaftar sebagai pemilih dan menggunakan hak memilihnya dalam pemilu, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) harus sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah kawin, tidak sedang terganggu jiwanya, dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan untuk menjadi calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, menurut Pasal 60 UU No. 12 Tahun 2003, seorang WNI harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa.
3. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia.
5. Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat.
6. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
7. Bukan bekas anggota Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya.
8. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
9. Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
10. Sehat jasmani dan rohani
11. Terdaftar sebagai pemilih.
Mengenai peserta pemilu dari partai politik diuraikan dengan jelas dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2003. Sedangkan tata cara tentang peserta pemilu dari perseorangan diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 UU No.12 Tahun 2003. Berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu, DPR bersama Presiden juga menyusun UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik sebagai pengganti UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perubahan ketatanegaraan.
Dalam Penjelasan atas UU No. 31 Tahun 2002 diuraikan bahwa pembentukan, pemeliharaan, dan pengembangan partai politik pada dasarnya merupakan salah satu pencerminan hak warga negara untuk berkumpul, berserikat, dan menyatakan pendapat. Melalui partai politik, rakyat dapat mewujudkan haknya untuk menyatakan pendapat tentang arah kehidupan dan masa depannya dalam bermasyarakat dan bernegara. Partai politik merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem politk demokrasi.
Partai politik mempunyai fungsi sebagai sarana pendidikan politik, sosialisasi politik, komunikasi politik, dan rekrutmen politik. Melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut, partai politik diharapkan dapat meningkatkan kesadaran politik masyarakat serta merekatkan berbagai golongan dalam masyarakat demi mendukung persatuan nasional, mewujudkan keadilan, menegakkan hukum, menghormati hak asasi manusia, dan menjamin terciptanya stabilitas keamanan. Pasal 1 UU No. 31 Tahun 2002 mendefinisikan partai politik sebagai organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui pemilihan umum.
Secara umum, tujuan partai politik adalah mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, dan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat.

C. Penyelenggara Pemilihan Umum
Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.
Menurut UU No. 12 Tahun 2003 Pasal l5 dinyatakan bahwa: (1) Pemilu diselenggarakan oleh KPU yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. (2) KPU bertanggungjawab atas penyelenggaraan Pemilu. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, KPU menyampaikan laporan dalam tahap penyelenggaraan Pemilu kepada Presiden dan DPR. Dan Menurut UU No 3 tahun 1999 dirubah UU No 4 tahun 2000 tentang pemilu Pasal 8 bahwa Penyelenggaraan Pemilihan Umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang independen dan non-partisan .
Pada Pasal l6 UU No. 12 Tahun 2003
(1) Jumlah anggota :
a. KPU sebanyak-banyaknya 11 orang;
b. KPU Provinsi sebanyak 5 orang;
c. KPU Kabupaten/Kota sebanyak 5 orang.
(2) Keanggotaan KPU terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, dibantu seorang wakil ketua merangkap anggota, dan para anggota.
(3) Ketua dan wakil ketua KPU dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Setiap anggota KPU mempunyai hak suara yang sama.

Pasal 17 UU No. 12 Tahun 2003
(1) Struktur organisasi penyelenggara Pemilu terdiri atas KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
(2) KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah pelaksana Pemilu di provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan bagian dari KPU.
(3) Dalam menjalankan tugasnya, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mempunyai sekretariat.
(4) Pola organisasi dan tata kerja KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) ,dan ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usul KPU sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam pelaksanaan Pemilu, KPU Kabupaten/Kota membentuk PPK dan PPS.
(6) Dalam melaksanakan pemungutan suara di TPS, PPS membentuk KPPS.
(7) Tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir 2 (dua) bulan setelah hari pemungutan suara.
(8) Tugas PPS dan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berakhir 1 (satu) bulan setelah hari pemungutan suara.
(9) Dalam pelaksanaan Pemilu diluar negeri, KPU membentuk PPLN dan selanjutnya PPLN membentuk KPPSLN.
(10) Tugas PPLN dan KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (9) berakhir 1 (satu) bulan setelah hari pemungutan suara.
(11) Untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu, KPU membentuk Pengawas Pemilu.
Menurut Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2003, tugas dan wewenang KPU adalah:
(1) Merencanakan penyelenggaraan KPU.
(2) Menetapkan organisasi dan tata cara semua tahapan pelaksanaan pemilu.
(3) Mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilu.
(4) Menetapkan peserta pemilu
(5) Menetapkan daerah pemilihan, jumlah kursi, dan calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
(6) Menetapkan waktu, tanggal, tata cara pelaksanaan kampanye, dan pemungutan suara.
(7) Menetapkan hasil pemilu dan mengumumkan calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
(8) Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilu.
(9) Melaksanakan tugas dan kewenangan lain yang diatur undang-undang.
Menurut Pasal 26 UU No. 12 Tahun 2003, Komisi Pemilihan Umum berkewajiban :
(1) Memperlakukan peserta Pemilu secara adil dan setara guna menyukseskan Pemilu;
(2) Menetapkan standarisasi serta kebutuhan barang dan jasa yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan;
(3) Memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris KPU berdasarkan peraturan perundang-undangan;
(4) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
(5) Melaporkan penyelenggaraan Pemilu Kepada Presiden selambat lambatnya 7 (tujuh) hari sesudah pengucapan sumpah/janji anggota DPR dan DPD:
(6) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN; dan
(7) Melaksanakan kewajiban lain yang diatur undang-undang.
Asas penyelenggara pemilu menurut UU No. 22 tahun 2007, Pasal 2 yaitu:
1. Mandiri;
2. Jujur;
3. Adil;
4. Kepastian hukum;
5. Tertib penyelenggara pemilu;
6. Kepentingan umum;
7. Keterbukaan;
8. Proporsionalitas;
9. Profesionalitas;
10. Akuntabilitas;
11. Efisiensi; dan
12. Efektivitas.
D. Pemilihan Umum Demokrasi Kedaulatan Rakyat
Demokrasi secara klasik bermanka pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, demokrasi adalah konsep yang popular, bahkan dipandang sebagai jalan yang paling mungkin untuk menciptakan suatu tatanana pemerintahan yang menjanjikan keadilan.
Demokrasi menempatkan rakyat pada posisi yang terhormat pemilik kedaulatan, pejabat hanyalah orang suruhan rakyat. Atau mendapat mandat dari rakyat. Pelaksanaan demokrasi memerlukan dua syarat penting dan mendasar yaitu : pertama, syarat internal bagi kalangan masyarakat, demokrasi hanya dapat tercapai secara wajar dan benar, bila rakyat berada dalam kesadaran politik yang mandiri, sedangkan yang kedua, syarat eksternal, berupa kondisi yang mendukung posisi rakyat sebagai pemegang kedaulatan, kondisi itu dapat berupa: jaminan pengakuan atas hak – hak dasar bagi rakyat dan badan-badan formal yang menyalurkan aspirasi masyarakat, badan yang bebas dari interpensi dari pihak manapun.
Dalam UUD 1945 pasca amandemen sistem politik Indonesia berdasarkan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan (3), UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD dan Negara Indonesia adalah negara hukum, dengan demikan tatanan dan kelembagaan politik, baik pada wilayah suprastruktur maupun infrastruktur harus dijalankan berdasarkan atuaran hukum yang demokratis.
Pemilu adalah institusi pokok pemerintahan perwakilan yang demokrasi, karena dalam demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh atas persetujuan dari mereka yang diperintah . Pemilihan umum merupakan amanat dari UUD 1945 sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Negara Republik Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang berbentuk republik dan menjalankan pemerintahan dalam bentuk demokrasi. Dalam pokok pikiran ketiga Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 terkandung bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan. Oleh karena itu, sistem negara yang terbentuk dalam Undang-undang Dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) dijelaskan bahwa kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes). Majelis ini bertugas mempersiapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan negara. MPR juga mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakilnya (Wakil Presiden). MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara, sedangkan Presiden bertugas menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh MPR. Di sini, peran Presiden adalah sebagai mandataris MPR, maksudnya Presiden harus tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR.
Menurut Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen keempat tahun 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum. Hal ini juga tercantum dalam Pasal 19 ayat (1) UUD 1945 hasil Amandemen kedua tahun 2000 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.” serta Pasal 22C UUD 1945 hasil Amandemen ketiga tahun 2001 yang berbunyi: “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.” Dalam Pasal 6A UUD 1945 yang merupakan hasil Amandemen ketiga tahun 2001 dijelaskan mengenai pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lengkapnya berbunyi:
(2) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
(4) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
UUD 1945 yang merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia mengatur masalah pemilihan umum dalam Bab VIIB tentang Pemilihan Umum Pasal 22E sebagai hasil Amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001. Secara lengkap, bunyi Pasal 22E tersebut adalah:
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah perseorangan.
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.


BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan Uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat penulis simpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Sejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2010 di Indonesia telah dilaksanakan pemilihan umum sebanyak sepuluh kali, yaitu dimulai tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009.
2. Pemilihan Umum adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil presiden diberbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
3. Pemilu diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya, KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.
4. Pemilihan umum merupakan amanat dari UUD 1945 sebagai sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
baca selanjutnya..

donasi darah

BAB I
PENDAHULUAN

Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta.
Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hukum Islam tersebut digali dari dalil-dalilnya yang terperinci, yaitu al-Qur’an, sunnah dan lainnya yang diratifikasikan kepada kedua sumber asasi tersebut.
Al-Qur’an dan Sunnah, secara jelas maupun samar-samar sesungguhnya mengandung keseluruhan hukum Islam. Hanya saja yang samar-samar inilah yang perlu digali lebih lanjut dengan menggunakan kemampuan ijtihad. Dan ini terus dilakukan oleh para ahli hukum Islam sepanjang sejarah. Secara umum dapat dikatakan bahwa agar ijtihad tidak menyimpang dari garis yang telah ditentukan, para mujtahid telah membuat semacam aturan dalam bentuk norma atau kaidah yang dikenal dengan sebutan ushul fiqh.
Disini pula digunakan dalam memahami hukum Islam dalam bidang kesehatan, seperti diketahu bahwa Islam merupakan agama yang mencintai kebersihan, dengan menyatakan bahwa kebersihan merupakan bagian dari iman. Ini merupakan bukti keseriusan Islam akan pentingnya arti kesehatan bagi manusia. Dalam Islam dikenal maqosid al syariah yang memberi arti bahwa ajaran agama Islam bertujuan untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda umat manusia di dunia ini.
Pada masa kontemporer saat ini, dimana teknologi canggih dengan informasi yang cepat berkembang dan persoalan umat terus berkembang lantas bagaimanakah hukum donor darah bagi kaum muslim, Islam melarang untuk melakukan pengobatan dengan yang haram, sedangkan darah dikategorikan sebagai najis. Lantas apakah haram melakukan donor darah dalam pandangan Islam, dan bagaimanakan praktek jual beli darah?. Jika dibenarkan apakah yang menjadi dasar pembenaran atau kebolehan donor darah dalam Islam ini yang akan dibahas dalam makalah ini.





BAB II
PEMBAHASAN


Pembahasan donasi darah serta pembahasan lainnya dalam bidang kesehatan telah lama menjadi kajian hukum Islam dan pembahasan para ulama mujtahid, hal ini disebabkan Islam merupakan ajaran yang universial dan berlaku untuk semua zaman walaupun telah mengalamai perubahan dan perkembangan masalah yang dihadapi manusia. Dengan bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah serta ijtihad bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap donor darah akan dibahas dalam kajian makalah ini.
A. Pengertian Donasi Darah
Secara bahasa donasi diartikan dengan derma, hadiah, sokongan tetap, uang perkumpulan penderma . Sedangkan darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahsa yunani haima yang berarti darah.
Donor darah atau transfusi darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (donor) ke dalam sistem peredaran darah seseorang yang lain (resipien). Transfusi darah adalah proses pekerjaan pemindahan darah dari orang yang sehat kepada orang yang sakit, yang bertujuan untuk:
1. Menambah jumlah darah yang beredar dalam badan orang yang sakit yang darahnya berkurang karena sesuatu sebab, misalnya pendarahan, operasi, kecelakaan dan sebab lainnya.
2. Menambah kemampuan darah dalam badan si sakit untuk menambah/membawa zat asam.
B. Hukum Tentang Darah Dalam Islam
Kajian tentang darah dalam buku fiqh masuk pada pembahasan bab thaharah tentang najis. Sesuai dengan firman Allah ayat al-Baqarah ayat 173.
        •               •   

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Berdasarkan ayat diatas jelas tentang keharaman memakan darah, dan memakan yang dilarang dalam ayat tersebut. Namun disambung juga dalam ayat tersebut apabila dalam keadaan terpaksa tiada dosa baginya. Inilah yang dinamakan Ruskhsah dalam Islam yakni keringan jika terdapat keterpaksaan dan ketidaktahuan sesuatu masalah. Keadaan terpaksa ini dalam buku halal dan haram dijelaskan dengan makna tidak sengaja dan tidak melewati batas. Dalam artian tidak sengaja mencari kelezatan terhadap yang diharamkan, dan tidak melewati batas ukuran keterpaksaan itu sendiri.
C. Hukum Penjualan Darah
Dalam Islam menjual sesuatu yang haram hukumnya adalah haram. Hal ini ditimbulkan dari konsep ”apa pun kebiasaan yang berlaku, jika membawa kepada perbuatan maksiat adalah dilarang dalam Islam”. Ini didasari oleh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang menyatakan:
ان الله ورسوله حرما بيع الخمر الميتة وخنزير الاصنام
Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya telah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi dan patung.

Disambung dengan hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud bahwa:
ان الله اذا حرم شيا حرم ثمنه
Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Ia mengharamkan pula harganya.

Berdasarkan Hadits di atas Imam Abu Hanifah dan Zahiri membolehkan menjual-belikan benda najis yang ada manfaatnya, seperti kotoran hewan seperti serbuk. Secara analogis mazhab ini membolehkan jual beli darah karena besar manfaatnya bagi manusia untuk keperluan donor darah untuk keperluan operasi dan sebagainya. Namun Imam Syafi’i mengharamkan jual beli benda najis termasuk darah, ayat Al-Qur’an menyatakan secara tegas bahwa darah termasuk benda yang diharamkan. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah”.
Benda yang diharamkan tidak boleh untuk dijual belikan. Berdasarkan Hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu, maka mengharamkan juga harganya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud). Memperhatikan dua silang pendapat diatas, maka jual beli darah adalah sesuatu yang tidak pantas dan tidak etis. Sebab jika hal ini diperbolehkan, maka darah dijadikan ajang bisnis oleh manusia. Berkaitan jual beli darah nampaknya sangat bertentangan dengan tujuan luhur dari donor darah, yaitu menyelamatkan jiwa manusia dari kebinasaan.
Kembali kepada pengertian istilah donor darah, maka orang yang menyumbangkan darahnya itu semata-mata untuk menolong orang lain yang memerlukannya. Berarti niat pendonor hanya untuk kerja kemanusiaan, ia tidak mengharapkan imbalan berupa materi dari resepien. Ini mungkin bisa terjadi jika resepien mendapatkan darah dari donor yang bersifat langsung diberikan oleh donor tanpa melalui pihak ketiga. Namun permasalahan yang ditemukan dilapangan si resepien yang membutuhkan darah seperti di rumah sakit, ia tidak mendapatkannya secara cuma-cuma. Tapi ia harus membeli darah dengan cukup mahal.
Namun sebenarnya itu bukan berarti ia untuk membeli melainkan mengantikan biaya operasional terkait dengan menjaga kondisi darah tetap baik, serta penyediaan peralatan yang cukup canggih dan peralatan medis lainnya. Inilah sebenarnya biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh donor darah.

D. Mashalah Mursalah
Hukum Islam bersumber pada dua sumber utama yaitu al-Quran dan Sunnah. Ketika tidak ada hukum mengenai sesuatu yang belum diatur dalam Al-quran dan Sunnah digunakan ijtihad yang dilakukan oleh para ulama. Metode ijtihad itu antara lain: ijma’, qiyas, istihsan, istishab, maslahah mursalah, ‘urf, fatwa sahabat, sad dzari’ah, syaru’ man qablana.
Salah satu metode ijtihad adalah mashalah mursalah adalah penetapan hukum berdasarkan mashalat (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan secara umum atau secara khusus. Kemasalahatan manusia meliputi lima jaminan dasar yaitu: keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keluarga dan keturunana, dan keselamatan harta benda.
Kelima jaminan dasar ini merupakan tiang penyangga kehidupan dunia agar umat manusia dapat hidup aman dan sejahtera. Dalam penerapan mashalah mursalah imam malik mengajukan tiga syarat dalam penerapan mashalah mursalah yaitu:
1. Adanya persesuaian dengan tujuan-tujuan syariat, jadi tidak boleh bertentangan dengan dalil yang qathi
2. Mashalah itu harus masuk akal.
3. Penggunan mashalah mursalah dalam rangka menghilangkan kesulitan yang mesti terjadi.
E. Donor Darah
Hukum dalam pengobatan, hendaknya dengan menggunakan sesuatu yang diperbolehkan menurut syari’at. Namun, jika tidak ada cara lain untuk menambahkan daya tahan dan mengobati orang sakit kecuali dengan yang haram dan ini menjadi satu-satunya usaha menyelamatkan orang sakit atau lemah, sementara para ahli memiliki dugaan kuat bahwa dengan yang haram akan memberikan manfaat bagi pasien, maka dalam kondisi seperti ini diperbolehkan untuk mengobati dengan yang haram. Bagaimankah posisi donor darah dalam pengobatan?. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Surat Al-Baqarah : 173
        •               •   
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”

Surat Al-An’am : 119
   •        •
Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”

Surat Al-Madinah ayat 2 :
          
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”

Surat Al-Baqarah ayat 195 :
        •   
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Demikian juga sabda Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.......
Barang siapa melepaskan seorang muslim dari sesuatu kesukaran, maka Allah SWT akan melepaskannya pula dari sesuatu kesukaran di hari Kiamat......” (H.R. Bukhari-Muslim dari Ibnu Majah).

Demikian juga hadits dari Ibnu ‘Umar RA Rasulullah SAW sabda:
....أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس.....

...Manusia yang paling disukai Allah ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia...” (HR. Thabrani)

Demikian juga sabda Nabi SAW yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah RA.
...وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ...

Sesungguhnya Allah akan selalu menolong hamba-nya selama hamba itu mau menolong saudaranya”

Sebagai dasar hukum yang membolehkan donor darah ini, dapat pula dilihat dalam kaidah hukum Islam berikut:
الاصل فى الاشياء الاباحة
Prinsip dasar segala sesuatu itu boleh (mubah).
الاصل فى المنافع الاباحة وفى المضار التحريم

Prinsip dasar pada masalah-masalah yang mendatangkan manfaat adalah boleh dan dalam masalah-masalah yang mengandung mudharat kerugian adalah haram.

الضروات تبيح المخظورات
Segala keadaan yang memaksa, menghalalkan segala yang haram.
جميع المحرمات تباح بالضرورة
Segala yang diharamkan dibolehkan lantaran dharurat.
Berdasarkan kaidah serta ayat dan hadist diatas, maka hukum donor darah itu diperbolehkan, karena tidak ada dalil yang melarangnya, baik Al-Qur'an maupun hadits. Islam wajib membantu sesama manusia yang memerlukan bantuannya dalam hal-hal yang positif, termasuk dalam melakukan donor darah (transfusi/pemindahan) darah kepada penderita suatu penyakit atau kepada orang yang tertimpa musibah kecelakaan yang membutuhkan tambahan darah untuk keperluan pengobatan. Agama Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan dan bukan komersial.
Jelas bahwa persyaratan dibolehkannya donor darah itu berkaitan dengan masalah kesehatan, yang temasuk dalam jaminan dasar dalam Islam yaitu keselamatan jiwa.
Namun demikian tidak berarti, bahwa kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu saja. Sebab bisa saja terjadi, bahwa sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan, tetapi karena ada hal-hal yang dapat membahayakan resipien maupun pendonor, maka akhirnya menjadi terlarang. Ayat al Baqarah 195 mengingatkan, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan berakibat fatal bagi si pendonor, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Ini berarti donor darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah dengan jalan menolong jiwa sesama manusia, tanpa berakibat buruk bagi pendonor.
Persyaratan medis juga harus dipenuhi dalam donor darah, bahaya penularan penyakit harus dihindari dengan sterilisasi, tidak boleh menerima darah orang yang menderita HIV/AIDS, sebab bisa mendatangkan bahaya lainnya yang lebih fatal.
Dilihat dari urgensinya, donor darah dalam hukum Islam tidak lepas dari unsur kemashlahatan yang bersifat dharury (kebutuhan), yaitu menyelamatkan jiwa manusia dalam keadaan darurat. Sebab jika tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan, yaitu darah (benda najis), maka seseorang akan meninggal. Dalam hal ini, orang sakit yang kekurangan darah harus dibantu dengan donor darah.
الضرر لا يزال بالضرر
“Mudharat tidak dapat dihilangkan oleh mudharat yang lain” . Kaidah ini memberikan ketentuan hukum bahwa donor darah diperbolehkan jika dengan mendonorkan darahnya itu tidak membahayakan pihak pendonor. Tapi jika membawa bahaya atau mengancam keselamatan pihak donor, maka haram bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya. Oleh karena itu, perlu ketelitian dari pihak medis. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan:
الضرورات تقدر بقدرها
“Sesuatu keadaan darurat, diukur sekadar darurat saja”.
Dalam hal ini donor darah yang diberikan hanya sebatas untuk keperluan menolong resepien yang membutuhkannya. Maka selain itu, mengalirkan darah diluar alasan darurat, seperti marus yang untuk diminum, maka menjual dan meminumnya hukumnya haram.
BAB III
PENUTUP

Menyumbangkan darahnya kepada seseorang yang membutuhkan adalah pekerjaan kemanusiaan yang sangat mulia. Karena dengan mendonorkan sebagian darahnya berarti seseorang telah memberikan pertolongan kepada orang lain, sehingga seseorang selamat dari ancaman yang membawa kepada kematian. Donor darah diperbolehkan jika dengan mendonorkan darahnya itu tidak membahayakan pihak pendonor. Tapi jika membawa bahaya atau mengancam keselamatan pihak donor, maka haram bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya. Dalam hal ini donor darah yang diberikan hanya sebatas untuk keperluan menolong resepien yang membutuhkannya. Orang yang menyumbangkan darahnya itu semata-mata untuk menolong orang lain yang memerlukannya. Berarti niat pendonor hanya untuk kerja kemanusiaan, ia tidak mengharapkan imbalan berupa materi dari resepien, ini dalam hukum Islam diperbolehkan tapi jika darahnya itu diperjual belikan hukumnya haram.

baca selanjutnya..

Generasi baru


perjalanan seorang hamba, sangat ditentukan dari sikap dan tingkah lakunya dalam mencari dan menerima apa yang diberikan oleh Allah kepadanya. Tanda syukur manusia dapat ditandai dengan apakah dia mampu menghasilkan yang terbaik bagi dirinya dan orang lain. filsafat ini adalah akar dari keingin maju manusia dalam menghadapi kehidupan ini. Manusia harus sadar bahwa dengan segala kelebihan dan kekurangnya harus mampu memberikan yang terbaik buat manusia yang lain. Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain inilah generasi muda harapan bangsa. Ditengah kemelutnya negeri ini generasi muda dengan mengatakan inilah aku yang jadi impian bukan generasi muda yang mengatakan inilah bapak ku. Perjalan hidup ini harus didik oleh orang tua yang mampu serta didukung oleh keinginan generasi muda. Bukan berarti pemuda itu harus tumbuh dengan sendirinya tanpa bimbingan. Mari kita wujudkan bangsa yang besar dengan menciptakan generasi muda yang tangguh dan tak kenal lelah dalam mencapai impian dan mimpinya baca selanjutnya..