Rabu, 07 Oktober 2009

hukum islam tentang korupsi

Korupsi telah mejadi wabah yang melanda hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Walaupun suara anti korupsi telah terdengar sejak berdirinya republik ini, tetapi gejalanya tidak pernah surut dan bahkan semakin menjadi-jadi. Kenyataan ini seharusnya menjadi tamparan umat beragama, khususnya umat Islam yang menghuni moyoritas negeri ini. Korupsi mewabah disebabkan dua hal, yakni kesalahan umat dalam memahami agama, dan ketidaktaatan dalam beragama. Dalam pemahaman, orang memandang bahwa ajaran Islam yang berkaitan dengan korupsi kalah penting dibanding dengan ajaran tentang ibadah. Orang melakukan korupsi lantas pergi haji, atau menyumbang mesjid dan madrasah. Dalam hal ketidaktaatan, orang melakukan korupsi karena menganggap agama tidak penting bahkan menganggap sebagai penghambat tercapainya kepentingan duniawi yang berjangka pendek.
Menilik keyakinan dan realitas yang ada di masyarakat, agama adalah sesuatu yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter bangsa. Oleh karenanya sebagai umat mayoritas, menjadi kewajiban bersama menjadikan Islam berfungsi dalam membangun masyarakat yang bersih dari korupsi.
Islam adalah agama yang secara tegas melarang korupsi. Islam melarang mencuri (sembunyi-sembunyi) dan merampok (terang-terangan) baik harta individu, kelompok atau publik. Larangan itu secara formal dirumuskan dalam hukum Islam dan juga akhlaq Islam. Berbicara tentang Islam dan persoalan korupsi tidaklah sulit. Keduanya merupakan hal yang amat berbeda. Islam memberi pedoman dan tuntunan bagi semua orang, selalu berbuat baik, menjauhkan diri dari perbuatan yang merugikan siapapun, supaya selalu memberi manfaat bagi orang lain dan mendekatkan diri pada Allah, agar hidupnya selamat dan bahagia di dunia maupun di akherat. Sebaliknya korupsi adalah tindakan yang dilarang oleh ajaran Islam, karena korupsi merupakan perbuatan merusak, merampas hak orang lain, licik, bohong dan palsu. Korupsi di larang oleh Islam. Rasanya semua orang sudah tahu, bahwa Islam melarang keras perbuatan korup karena merugikan dan sekaligus merusak seluruh tatanan masyarakat.
Islam adalah agama yang mengajarkan kejujuran dan kebenaran. Betapa tingginya nilai kejujuran ini, sampai-sampai Muhammad saw, sejak sebelum diangkat sebagai rasul, ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan amanah. Kejujurannya dikenal oleh seluruh masyarakatnya , sehingga ia digelari dengan al Amien, artinya orang yang jujur dan sama sekali tidak pernah bohong. Kejujuran menjadi sendi atau pilar dan bahkan pintu masuk menjadi Islam. Dalam suatu hadits Nabi, Rasulullah suatu ketika didatangi oleh seseorang, menanyakan amalan apakah yang seharusnya dilakukan sehingga ia disebut sebagai seorang Islam yang selamat di dunia dan akherat. Maka dijawab oleh Rasulullah, jangan bohong. Jawaban itu diulang-ulang beberapa kali, untuk memberikan ketegasannya.
Ajaran Rasulullah tersebut jika diimplementasikan dalam kehidupan nyata saat ini, misalnya ada seorang siswa menanyakan tentang ajaran Islam yang pokok dan harus dilakukam kepada gurunya, sebagaimana pertanyaan orang baduwi dalam hadits di atas, maka guru semestinya menjawab bahwa Islam adalah kejujuran, maka jangan berbohong, jangan menyontek, karena tindakan itu adalah tindakan kebohongan. Demikian pula jika seorang pegawai menanyakan hal yang sama kepada ustadznya, maka seharusnya ia menjawab bahwa Islam mengajarkan, kejujuran maka jangan korup. Sama juga jika seorang pedagang menanyakan tentang Islam, maka ustadz atau siapa saja, seyogyanya menjawab bahwa mencari rizki harus memilih yang halal, sebagai seorang Islam jangan bohong dalam melakukan jual beli. Begitu pula, orang-orang yang kebetulan mendapat amanah di mana saja, apakah sebagai guru, dosen, kepala sekolah, rektor, lurah, camat, bupati/wali kota, gubernur, menteri, hakim, jaksa, kepala bank, sampai presiden dan bahkan siapa saja, jika ingin menyandang identitas sebagai seorang penganut Islam, maka seharusnya mereka tidak bohong artinya tidak korup. Sebab, bersikap tidak korup seharusnya dijadikan identitas seorang muslim. Karena Rasulullah mengajarkannya.
Persoalannya, kenapa terjadi korupsi di mana-mana, dilakukan oleh orang yang mengaku sebagai muslim. Tidak sedikit orang mengatakan bahwa korup adalah sebagai kharakteristik masyarakat negara berkembang. Oleh karena itu di manapun sepanjang masyarakat itu belum maju, maka korupsi masih selalu terjadi dan bahkan dalam frekuensi yang tinggi. Oleh karena itu pintu untuk menghilangkan korupsi, tidak ada jalan lain kecuali menjadikan masyarakatnya maju dan modern. Tetapi, secara sederhana kasus-kasus kejadian korupsi di negeri ini, justru dilakukan oleh orang-orang yang telah maju, pejabat tinggi, bergelar panjang baik di depan atau di belakang namanya, pernah belajar di negeri maju di mana saja, maka bagaimana ini bisa diterangkan. Sebaliknya, orang-orang desa yang berpendidikan seadanya, taraf kehidupan ekonominya rendah, tetapi mereka justru jujur, tidak bohong dan juga tidak korupsi. Akan tetapi, sementara orang mengatakan bahwa mereka tidak korupsi, karena tidak memiliki kesempatan untuk korupsi. Jika pandangan terakhir ini dianut maka sesungguhnya, semua orang berpotensi untuk berbuat korup, baik di negeri terbelakang, berkembambang dan negeri maju sekalipun. Di negeri maju, mereka tidak korup karena telah memiliki sistem manajemen dan kontrol sosial yang memadai.
Jika seperti itu halnya, kemudian di mana peran ajaran Islam dalam membangun kehidupan sosial, supaya menjadikan masyarakat bersih dan bebas dari korupsi. Mengikuti hadits nabi di muka dan membandingkannya dengan pendidikan Islam yang selama ini dijalankan, maka rasanya masih ada sesuatu yang perlu ditinjau kembali. Jika misalnya, ada seorang siswa di sekolah menanyakan tentang Islam, apakah guru juga menjawab sebagaimana nabi memberikan jawaban kepada orang Baduwi, dengan jawaban jangan bohong. Atau, menjawab dengan menjelaskan rukun Islam dan rukun Iman. Dengan jawaban itu, guru berharap siswa mengerti tentang Islam. Tetapi apakah terpikir bahwa siswa telah mampu mengaitkan antara rukun Islam dan rukun iman dengan larangan berbohong dan korup. Pelajaran agama Islam di sekolah, biasanya dikemas menjadi beberapa mata pelajaran, seperti pelajaran fiqh, tauhid, akhlak, al Qur’an dan hadits, tarekh dan Bahasa Arab. Sejak awal, para siswa diajari menghafal bacaan sholat, puasa, zakat, haji dan kegiatan yang terkait dengan itu. Tidak jarang kemudian dengan cara itu, siswa menjadi merasa terbebani. Jika saat ini pelajaran agama Islam hanya diberikan dua jam seminggu, dan dianggap tidak mencukupi, maka yang menganggap tidak cukup bukan siswa melainkan guru dan para tokoh agama. Siswa sendiri merasa cukup dan bahkan bisa jadi sudah merasa kelebihan. Saya selalu merenung dan berpikir, jangan-jangan masih ada yang salah menyangkut pelaksanaan pendidikan Islam ini, baik materi, pendekatan maupun kurikulumnya. Islam yang seharusnya menarik, karena berisi ajaran tentang kehidupan nyata sehari-hari yang indah, tetapi keindahan itu tidak tertangkap oleh para siswanya.
Sementara ini, membayangkan alangkah menariknya jika pendidikan Islam tidak saja dikemas dalam bentuk pelajaran tauhid, fiqh, akhlak, al Qur’an dan hadits serta tarekh sebagaimana berjalan selama ini, tetapi terintegrasi dalam semua pelajaran dan bahkan kehidupan sekolah secara keseluruhan. Guru agama tetap diperlukan, tetapi sifatnya sebagai koordinatif, guidance dan kontrol. Agama seharusnya dipandang sebagai keseluruhan kehidupan, mulai yang sederhana misalnya membiasakan para siswa berdisiplin, baik dalam kehadiran, berpakaian, berbicara, bergaul; berlaku jujur dan tidak pernah bohong, saling kasih sayang dan menghormat sesama serta selalu tolong menolong dalam kebaikan. Nilai-nilai Islam diberikan tidak saja oleh guru agama melainkan oleh semua, baik kepala sekolah, guru dan bahkan pembantu atau tukang kebun dan satpamnya sekalipun. Pada setiap saat, guru agama memimpin untuk memakmurkan masjid sekolah, dengan membimbing membaca al Qur’an, berdoa dan sholat berjama’ah. Beberapa hal yang perlu dihafal seperti rukun Islam, rukun Iman, rukun wudhu dan sholat bisa ditempuh melalui ”pujian”yang kumandangkan setiap sebelum sholat dimulai. Cara seperti ini sangat efektif. Jujur saja, menghafal hal-hal tersebut di muka bukan dari guru di sekolah melainkan dari kebiasaan pujian di masjid pada setiap sebelum sholat dimulai. Hanya sayang media belajar yang sangat efektif ini, akhir-akhir ini menghilang, kanya karena diceritakan bahwa pada zaman Rasulullah tidak dilakukan. Media pembelajaran yang sangat efektif ini telah hilang, terjadi di mana-mana. Akibatnya, banyak anak yang tidak memiliki lagi hafalan di luar kepala tentang pokok-pokok ajaran Islam ini.
Jika pendidikan Islam dilakukan seperti itu, yakni terintegratif dan berisi serta masuk dalam seluruh relung kehidupan sekolah, dan apalagi di keluarga masing-masing, maka Islam menjadi sebuah budaya dan bahkan peradaban, yaitu budaya dan peradaban Islam. Islam yang selalu mengajarkan tentang hidup santun, menghargai dan hormat pada orang lain, apalagi kepada orang yang lebih tua apalagi guru dan orang tuanya sendiri; penuh kasih sayang, selalu menghindar dari perbuatan rendah seperti berbohong, tidak jujur, tidak amanah; selalu mendekat pada Allah melalui kegiatan spiritual seperti banyak berdzikir atau ingat Allah, sholat berjama’ah, membaca al Qur’an dan lain-lain, justru Islam akan lebih terasakan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, pendidikan Islam tidak sebatas dimaknai hanya 2 jam pelajaran melainkan seluruh kehidupan ini terwarnai oleh ajaran Islam, jika diakui bahwa Maha Guru adalah Rasulullah, Muhammad saw, bukankah selayaknya dalam menunaikan amanah mulia sebagai guru juga mengikutinya. Rasulullah sebagai Maha Guru, dalam mendidik melakukan kegiatan tilawah, tazkiyyah, taklim dan mengajari tentang hikmah. Melakukan tilawah artinya, ummat manusia diajak untuk pembacaan terhadap jagad raya ini, sehingga melahirkan kesadaran dan sekaligus kekaguman atas ciptaan Allah.
Memahami dan melakukan pendidikan seperti ini, rasanya Islam menjadi benar-benar diperlukan oleh semua dalam kehidupan ini. Hidup menjadi selalu diwarnai oleh kedamaian, kecintaan terhadap sesama, kebenaran dan ilmu pengetahuan. Hidup selalu menjauh dari hal-hal yang merugikan, apalagi merusak orang lain termasuk melakukan korupsi yang sedang ramai dibicarakan dan dibenci oleh semua, karena itu merugikan dan merusak. Pendidikan Islam seperti inilah yang dibayangkan mampu berdampak pada usaha-usaha menjauhkan masyarakat dari perilaku korup. Mereka membenci tindakan korup itu, karena kebenciaan itu dibiasakan sejak di rumah, di sekolah dan di masyarakat. Akhirnya, terjadilah kaitan yang jelas antara pendidikan Islam dengan gerakan anti korupsi sebagaimana yang diinginkan bersama. Allahu a’lam