Jumat, 15 Oktober 2010

donasi darah

BAB I
PENDAHULUAN

Syari’at Islam adalah pedoman hidup yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan keinginan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud dengan hukum Islam ialah khitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, atau dengan redaksi lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta.
Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan perintah atau larangan), takhyir (pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat). Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf. Hukum Islam tersebut digali dari dalil-dalilnya yang terperinci, yaitu al-Qur’an, sunnah dan lainnya yang diratifikasikan kepada kedua sumber asasi tersebut.
Al-Qur’an dan Sunnah, secara jelas maupun samar-samar sesungguhnya mengandung keseluruhan hukum Islam. Hanya saja yang samar-samar inilah yang perlu digali lebih lanjut dengan menggunakan kemampuan ijtihad. Dan ini terus dilakukan oleh para ahli hukum Islam sepanjang sejarah. Secara umum dapat dikatakan bahwa agar ijtihad tidak menyimpang dari garis yang telah ditentukan, para mujtahid telah membuat semacam aturan dalam bentuk norma atau kaidah yang dikenal dengan sebutan ushul fiqh.
Disini pula digunakan dalam memahami hukum Islam dalam bidang kesehatan, seperti diketahu bahwa Islam merupakan agama yang mencintai kebersihan, dengan menyatakan bahwa kebersihan merupakan bagian dari iman. Ini merupakan bukti keseriusan Islam akan pentingnya arti kesehatan bagi manusia. Dalam Islam dikenal maqosid al syariah yang memberi arti bahwa ajaran agama Islam bertujuan untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda umat manusia di dunia ini.
Pada masa kontemporer saat ini, dimana teknologi canggih dengan informasi yang cepat berkembang dan persoalan umat terus berkembang lantas bagaimanakah hukum donor darah bagi kaum muslim, Islam melarang untuk melakukan pengobatan dengan yang haram, sedangkan darah dikategorikan sebagai najis. Lantas apakah haram melakukan donor darah dalam pandangan Islam, dan bagaimanakan praktek jual beli darah?. Jika dibenarkan apakah yang menjadi dasar pembenaran atau kebolehan donor darah dalam Islam ini yang akan dibahas dalam makalah ini.





BAB II
PEMBAHASAN


Pembahasan donasi darah serta pembahasan lainnya dalam bidang kesehatan telah lama menjadi kajian hukum Islam dan pembahasan para ulama mujtahid, hal ini disebabkan Islam merupakan ajaran yang universial dan berlaku untuk semua zaman walaupun telah mengalamai perubahan dan perkembangan masalah yang dihadapi manusia. Dengan bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah serta ijtihad bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap donor darah akan dibahas dalam kajian makalah ini.
A. Pengertian Donasi Darah
Secara bahasa donasi diartikan dengan derma, hadiah, sokongan tetap, uang perkumpulan penderma . Sedangkan darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahsa yunani haima yang berarti darah.
Donor darah atau transfusi darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (donor) ke dalam sistem peredaran darah seseorang yang lain (resipien). Transfusi darah adalah proses pekerjaan pemindahan darah dari orang yang sehat kepada orang yang sakit, yang bertujuan untuk:
1. Menambah jumlah darah yang beredar dalam badan orang yang sakit yang darahnya berkurang karena sesuatu sebab, misalnya pendarahan, operasi, kecelakaan dan sebab lainnya.
2. Menambah kemampuan darah dalam badan si sakit untuk menambah/membawa zat asam.
B. Hukum Tentang Darah Dalam Islam
Kajian tentang darah dalam buku fiqh masuk pada pembahasan bab thaharah tentang najis. Sesuai dengan firman Allah ayat al-Baqarah ayat 173.
        •               •   

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Berdasarkan ayat diatas jelas tentang keharaman memakan darah, dan memakan yang dilarang dalam ayat tersebut. Namun disambung juga dalam ayat tersebut apabila dalam keadaan terpaksa tiada dosa baginya. Inilah yang dinamakan Ruskhsah dalam Islam yakni keringan jika terdapat keterpaksaan dan ketidaktahuan sesuatu masalah. Keadaan terpaksa ini dalam buku halal dan haram dijelaskan dengan makna tidak sengaja dan tidak melewati batas. Dalam artian tidak sengaja mencari kelezatan terhadap yang diharamkan, dan tidak melewati batas ukuran keterpaksaan itu sendiri.
C. Hukum Penjualan Darah
Dalam Islam menjual sesuatu yang haram hukumnya adalah haram. Hal ini ditimbulkan dari konsep ”apa pun kebiasaan yang berlaku, jika membawa kepada perbuatan maksiat adalah dilarang dalam Islam”. Ini didasari oleh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang menyatakan:
ان الله ورسوله حرما بيع الخمر الميتة وخنزير الاصنام
Sesungguhnya Allah dan rasul-Nya telah mengharamkan jual beli arak, bangkai, babi dan patung.

Disambung dengan hadis riwayat Ahmad dan Abu Daud bahwa:
ان الله اذا حرم شيا حرم ثمنه
Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Ia mengharamkan pula harganya.

Berdasarkan Hadits di atas Imam Abu Hanifah dan Zahiri membolehkan menjual-belikan benda najis yang ada manfaatnya, seperti kotoran hewan seperti serbuk. Secara analogis mazhab ini membolehkan jual beli darah karena besar manfaatnya bagi manusia untuk keperluan donor darah untuk keperluan operasi dan sebagainya. Namun Imam Syafi’i mengharamkan jual beli benda najis termasuk darah, ayat Al-Qur’an menyatakan secara tegas bahwa darah termasuk benda yang diharamkan. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah”.
Benda yang diharamkan tidak boleh untuk dijual belikan. Berdasarkan Hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan sesuatu, maka mengharamkan juga harganya”. (HR. Ahmad dan Abu Daud). Memperhatikan dua silang pendapat diatas, maka jual beli darah adalah sesuatu yang tidak pantas dan tidak etis. Sebab jika hal ini diperbolehkan, maka darah dijadikan ajang bisnis oleh manusia. Berkaitan jual beli darah nampaknya sangat bertentangan dengan tujuan luhur dari donor darah, yaitu menyelamatkan jiwa manusia dari kebinasaan.
Kembali kepada pengertian istilah donor darah, maka orang yang menyumbangkan darahnya itu semata-mata untuk menolong orang lain yang memerlukannya. Berarti niat pendonor hanya untuk kerja kemanusiaan, ia tidak mengharapkan imbalan berupa materi dari resepien. Ini mungkin bisa terjadi jika resepien mendapatkan darah dari donor yang bersifat langsung diberikan oleh donor tanpa melalui pihak ketiga. Namun permasalahan yang ditemukan dilapangan si resepien yang membutuhkan darah seperti di rumah sakit, ia tidak mendapatkannya secara cuma-cuma. Tapi ia harus membeli darah dengan cukup mahal.
Namun sebenarnya itu bukan berarti ia untuk membeli melainkan mengantikan biaya operasional terkait dengan menjaga kondisi darah tetap baik, serta penyediaan peralatan yang cukup canggih dan peralatan medis lainnya. Inilah sebenarnya biaya yang dikeluarkan dalam memperoleh donor darah.

D. Mashalah Mursalah
Hukum Islam bersumber pada dua sumber utama yaitu al-Quran dan Sunnah. Ketika tidak ada hukum mengenai sesuatu yang belum diatur dalam Al-quran dan Sunnah digunakan ijtihad yang dilakukan oleh para ulama. Metode ijtihad itu antara lain: ijma’, qiyas, istihsan, istishab, maslahah mursalah, ‘urf, fatwa sahabat, sad dzari’ah, syaru’ man qablana.
Salah satu metode ijtihad adalah mashalah mursalah adalah penetapan hukum berdasarkan mashalat (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan secara umum atau secara khusus. Kemasalahatan manusia meliputi lima jaminan dasar yaitu: keselamatan keyakinan agama, keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keluarga dan keturunana, dan keselamatan harta benda.
Kelima jaminan dasar ini merupakan tiang penyangga kehidupan dunia agar umat manusia dapat hidup aman dan sejahtera. Dalam penerapan mashalah mursalah imam malik mengajukan tiga syarat dalam penerapan mashalah mursalah yaitu:
1. Adanya persesuaian dengan tujuan-tujuan syariat, jadi tidak boleh bertentangan dengan dalil yang qathi
2. Mashalah itu harus masuk akal.
3. Penggunan mashalah mursalah dalam rangka menghilangkan kesulitan yang mesti terjadi.
E. Donor Darah
Hukum dalam pengobatan, hendaknya dengan menggunakan sesuatu yang diperbolehkan menurut syari’at. Namun, jika tidak ada cara lain untuk menambahkan daya tahan dan mengobati orang sakit kecuali dengan yang haram dan ini menjadi satu-satunya usaha menyelamatkan orang sakit atau lemah, sementara para ahli memiliki dugaan kuat bahwa dengan yang haram akan memberikan manfaat bagi pasien, maka dalam kondisi seperti ini diperbolehkan untuk mengobati dengan yang haram. Bagaimankah posisi donor darah dalam pengobatan?. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Surat Al-Baqarah : 173
        •               •   
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”

Surat Al-An’am : 119
   •        •
Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”

Surat Al-Madinah ayat 2 :
          
Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”

Surat Al-Baqarah ayat 195 :
        •   
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

Demikian juga sabda Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ.......
Barang siapa melepaskan seorang muslim dari sesuatu kesukaran, maka Allah SWT akan melepaskannya pula dari sesuatu kesukaran di hari Kiamat......” (H.R. Bukhari-Muslim dari Ibnu Majah).

Demikian juga hadits dari Ibnu ‘Umar RA Rasulullah SAW sabda:
....أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس.....

...Manusia yang paling disukai Allah ialah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia...” (HR. Thabrani)

Demikian juga sabda Nabi SAW yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah RA.
...وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كاَنَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ...

Sesungguhnya Allah akan selalu menolong hamba-nya selama hamba itu mau menolong saudaranya”

Sebagai dasar hukum yang membolehkan donor darah ini, dapat pula dilihat dalam kaidah hukum Islam berikut:
الاصل فى الاشياء الاباحة
Prinsip dasar segala sesuatu itu boleh (mubah).
الاصل فى المنافع الاباحة وفى المضار التحريم

Prinsip dasar pada masalah-masalah yang mendatangkan manfaat adalah boleh dan dalam masalah-masalah yang mengandung mudharat kerugian adalah haram.

الضروات تبيح المخظورات
Segala keadaan yang memaksa, menghalalkan segala yang haram.
جميع المحرمات تباح بالضرورة
Segala yang diharamkan dibolehkan lantaran dharurat.
Berdasarkan kaidah serta ayat dan hadist diatas, maka hukum donor darah itu diperbolehkan, karena tidak ada dalil yang melarangnya, baik Al-Qur'an maupun hadits. Islam wajib membantu sesama manusia yang memerlukan bantuannya dalam hal-hal yang positif, termasuk dalam melakukan donor darah (transfusi/pemindahan) darah kepada penderita suatu penyakit atau kepada orang yang tertimpa musibah kecelakaan yang membutuhkan tambahan darah untuk keperluan pengobatan. Agama Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan dan bukan komersial.
Jelas bahwa persyaratan dibolehkannya donor darah itu berkaitan dengan masalah kesehatan, yang temasuk dalam jaminan dasar dalam Islam yaitu keselamatan jiwa.
Namun demikian tidak berarti, bahwa kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu saja. Sebab bisa saja terjadi, bahwa sesuatu yang pada awalnya diperbolehkan, tetapi karena ada hal-hal yang dapat membahayakan resipien maupun pendonor, maka akhirnya menjadi terlarang. Ayat al Baqarah 195 mengingatkan, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya, yang kemungkinan berakibat fatal bagi si pendonor, meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Ini berarti donor darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah dengan jalan menolong jiwa sesama manusia, tanpa berakibat buruk bagi pendonor.
Persyaratan medis juga harus dipenuhi dalam donor darah, bahaya penularan penyakit harus dihindari dengan sterilisasi, tidak boleh menerima darah orang yang menderita HIV/AIDS, sebab bisa mendatangkan bahaya lainnya yang lebih fatal.
Dilihat dari urgensinya, donor darah dalam hukum Islam tidak lepas dari unsur kemashlahatan yang bersifat dharury (kebutuhan), yaitu menyelamatkan jiwa manusia dalam keadaan darurat. Sebab jika tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan, yaitu darah (benda najis), maka seseorang akan meninggal. Dalam hal ini, orang sakit yang kekurangan darah harus dibantu dengan donor darah.
الضرر لا يزال بالضرر
“Mudharat tidak dapat dihilangkan oleh mudharat yang lain” . Kaidah ini memberikan ketentuan hukum bahwa donor darah diperbolehkan jika dengan mendonorkan darahnya itu tidak membahayakan pihak pendonor. Tapi jika membawa bahaya atau mengancam keselamatan pihak donor, maka haram bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya. Oleh karena itu, perlu ketelitian dari pihak medis. Kaidah Ushul Fiqh mengatakan:
الضرورات تقدر بقدرها
“Sesuatu keadaan darurat, diukur sekadar darurat saja”.
Dalam hal ini donor darah yang diberikan hanya sebatas untuk keperluan menolong resepien yang membutuhkannya. Maka selain itu, mengalirkan darah diluar alasan darurat, seperti marus yang untuk diminum, maka menjual dan meminumnya hukumnya haram.
BAB III
PENUTUP

Menyumbangkan darahnya kepada seseorang yang membutuhkan adalah pekerjaan kemanusiaan yang sangat mulia. Karena dengan mendonorkan sebagian darahnya berarti seseorang telah memberikan pertolongan kepada orang lain, sehingga seseorang selamat dari ancaman yang membawa kepada kematian. Donor darah diperbolehkan jika dengan mendonorkan darahnya itu tidak membahayakan pihak pendonor. Tapi jika membawa bahaya atau mengancam keselamatan pihak donor, maka haram bagi seseorang untuk mendonorkan darahnya. Dalam hal ini donor darah yang diberikan hanya sebatas untuk keperluan menolong resepien yang membutuhkannya. Orang yang menyumbangkan darahnya itu semata-mata untuk menolong orang lain yang memerlukannya. Berarti niat pendonor hanya untuk kerja kemanusiaan, ia tidak mengharapkan imbalan berupa materi dari resepien, ini dalam hukum Islam diperbolehkan tapi jika darahnya itu diperjual belikan hukumnya haram.