Selasa, 08 September 2009

WASPADAI KORUPSI MERONGRONG KETAHANAN NASIONAL

Perjalanan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar terus diintimidasi oleh prilaku-perilaku yang kotor, untuk menjaga ketahanan nasional baik ekonomi, energ, dan sosia,l Indonesia harus bekerja keras dan berupaya untuk melawan aktivitas korupsi. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang paling membahayakan dalam rangka mematikan kreativitas dan menidurkan sikap daya saing antar sesama, sehingga upaya menjadi bangsa Indonesia yang tangguh harus terus menjadi mimpi yang tidak berujung.
Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas untuk pertama kalinya pada pasal 1, Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi:
Yang disebut tindak pidana korupsi ialah:
a. Tindakan seseorang yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian Negara atau Daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau Daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat;
b. Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau badan yang dilakukan dengan menyalah-gunakan jabatan dan kedudukan;
c. Kejahatan-kejahatan tercantum dalam pasal 17 sampai pasal 21 peraturan ini dan dalam pasal 209, 210, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Sedangkan versi Undang-Undang yang pertama kali mencantumkan pengertian korupsi pada pasal 1, Undang-Undang No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagian besar pengertian korupsi dalam UU tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KHUP), yang berbunyi:
Dihukum karena tindak pidana korupsi ialah:
a. Barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu Badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
b. Barangsiapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu Badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
c. Barangsiapa melakukan kejahatan tercantum dalam Pasal-pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, dan 435 K.U.H.P.;
d. Barangsiapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh sipemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu;
e. Barangsiapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang tersebut dalam Pasal-pasal 418, 419 dan 420 K.U.H.P. tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib.
f. Barangsiapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana-tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a, b, c, d, e pasal ini.

Perubahan terakhir Undang-Undang tentang tindak pidana korupsi yatiu UU No. 31 tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 Pasal 2 menyebutkan bahwa korupsi adalah :
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Dalam Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001 terdapat 30 rumusan bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terpisah dan terperinci mengenai perbuatan-perbuatan yang dikenakan pidana korupsi. Namun pada dasarnya 30 bentuk/jenis korupsi itu dapat dikelompokan menjadi:
a. Kerugian keuangan negara
b. Suap menyuap
c. Pengelapan dalam jabatan
d. Pemerasan
e. Perbuatan curang
f. Benturan kepentingan dalam pengadaan, dan
g. Gratifikasi
Pada tahun 2005, menurut data Pacific and Economic Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari, korupsi bagi bangsa Indonesia yang sudah pada tataran yang memprihatinkan, hal ini disebabkan praktek korupsi sudah hampir terjadi di setiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat baik secara harpiah maupun hukum. Lembaga survei yang berbasis di Hong Kong, (PERC) baru-baru ini menyampaikan hasil penelitian mengenai peringkat korupsi negara-negara Asia. Indonesia dalam penilaian mereka masih sebagai negara ketiga terkorup di antara 13 negara Asia lainnya. Skor PERC untuk Indonesia pada 2008 adalah 7,98, lebih baik dibanding tahun 2007 yang mencapai 8,03.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Transparency International Indonesia yang dikenal dengan Indek Presepsi Korupsi (IPK) menyatakan bahwa Indonesia masih menempati pada tahun 2006, IPK Indonesia 2,4, maka pada tahun 2007 ini turun menjadi 2,3, dengan skala 0-10 dan tahun 2008 menjadi 2,6. (126 dari 180 negara)
Korupsi telah mewabah di Indonesia disebabkan beberapa faktor, antara lain adanya kesempatan dan peluang. Faktor “kesempatan” disebabkan lebih kepada sistem hukum yang masih berkutak pada hukum yang belum memberikan aspek jera bagi pelaku korupsi, ditambah lagi hukuman yang diberikan kepada koruptor masih tergolong sangat rendah yang mengakibatkan praktek tindak pidana korupsi masih terus merajalela. Sedangkan faktor “peluang” disebabkan prilaku korupsi saat masih sangat dilindung oleh undang-undang karena belum diterapkannya asas pembuktian terbalik bagi tersangka kasus korupsi.
Untuk melawan tindak pidana korupsi, pemerintah telah mempersiapkan segala perangkat hukum yang cukup memadai baik dari proses pencegahan maupun pada tingkatan penindakan. Perangkat hukum dari Undang-Undang Anti Korupsi, Pengadilan yang menangani khusus kasus korupsi, lembaga anti korupsi (Komisi Pemberantasan Korupsi), serta penegak hukum yang telah ada baik kepolisian maupun kejaksaan, namun praktek korupsi masih terus merajalela. Usaha yang selama ini dilakukan pemerintah melalui aparat penegak hukum masih tataran penindakan dan penghukuman (bersalah atau tidak), belum menyentuh upaya preventif guna menekan angka kerugian negara yang diakibatkan oleh korupsi.
Jumlah kasus korupsi dari tahun ke tahun terus meningkat baik dari kuantitas maupun kualitas kerugian negara, berdasarkan laporan tahunan KPK tahun 2008, sejak berdiri hingga Nopember 2007 laporan pengaduan yang masuk ke kantor KPK sebanyak 22.172 pengaduan. Kelemahan pada upaya melawan korupsi yang disinyalir oleh Indonesia Coruption Wacth (ICW) disebabkan antara lain :
a. Pemberantasan korupsi berjalan lamban, aparat penegak hukum tidak serius dalam menangani kasus korupsi.
b. KPK tidak bisa menangani semua kasus yang dilaporkan oleh masyarakat.
c. Kualitas pelaporan yang sulit untuk ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Praktek korupsi telah merugikan masyarakat secara luas dengan mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan publik oleh pemerintahan. Korupsi mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidakefisienan yang tinggi. Dalam sektor dunia usaha dan bisnis, korupsi telah mengelembungkan biaya kerja, ini disebabkan harus mengeluarkan biaya tambahan, guna melakukan negosiasi dengan pejabat korup. Walaupun ada pernyataan yang mengatakan bahwa “korupsi mengurangi biaya kerja dengan mempermudah birokrasi”, pernyataan ini benar-benar keliru karena yang dikeluarkan untuk memberikan suap merupakan dana yang seharusnya diperuntukan untuk pembangunan dan pengadaan yang telah tertera dalam perencanaan.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang terdapat penyuapan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Dan lebih terparah adalah Korupsi juga menyebabkan dan mempersulit penciptaan "lapangan pekerjaan".
Korupsi merupakan faktor penghambat bagi pengembangan demokrasi, penghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga publik serta penyalahgunaan sumber daya yang dimiliki baik alam maupun manusia secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Korupsi memupuk perilaku merahasiakan segala sesuatu dan penindasan. Kerahasiaan terlihat dari banyaknya pelaksanaan program pembangunan yang memiliki permasalahannya masing-masing di mulai dari pengajuan anggaran yang diperbesar (mark up), penggunaan anggaran yang diperkecil (mark down), kegiatan fiktif maupun kondisi yang tidak layak guna. “Penindasan” dijelaskan bagaimana kondisi dengan ketidakmampuannya untuk menikmati hasil yang telah dilakukan oleh sebuah proses pembangunan yang terlilit praktek korupsi.
Pada tatanan realitas korupsi banyak sekali menimbulkan kerugian dalam bentuk dana yang cukup besar. Namun lebih dari itu kerugian yang terbesar dari pelaksanaan korupsi yang terus menerus adalah terciptanya kemiskinan struktural, penumpukan ilegal aset-aset pada segelintir orang, dan lebih parah lagi akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan dan rasa hormat kepada lembaga-lembaga administrasi dan tata kelola pemerintah sehingga menimbulkan kelemahan otoritas pemerintah terhadap rakyatnya.
Dampak korupsi?
1. Kemiskinan : mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan pengeluaran tidak penting
2. Lingkungan rusak : tidak mengikuti standar lingkungan
3. Keselamatan dan kesehatan masyarakat : kualitas bangunan yang buruk memunculkan resiko korban
4. Inovasi : daya kompetisi pada kurang sehat
5. Erosi budaya : kejujuran pejabat publik berkurang.
6. Kridibilitas pemerintah menurun
Korupsi telah menjadi persoalan bangsa yang menimbulkan krisis multidimensial. Hal ini harus menjadi perhatian seluruh komponen bangsa dengan membangun komitmen dan memainkan peranan masing-masing untuk mecegah korupsi terus berkembang. Menurut Direktur Bank Dunia (kompas 18/10/2006) mengatakan bahwa tingkat kebocoran keuangan di seluruh dunia yang diakibatkan perilaku korupsi mencapai $ 1000 Miliar dolar setiap tahunnya. Ternyata persoalan korupsi telah merasuk dan menyebar ke setiap negara dunia, yang membedakan adalah besaran korupsi yang terjadi dan cara penangannya
Indonesia saat ini lagi serius dan berkomitmen untuk selalu berupaya secara terus menerus agar korupsi dapat diminimalisir. Walaupun disadari apa yang dilakukan masih jauh dari harapan masyarakat banyak. Keraguan dan keengganan para investor untuk menanamkan ivestasinya di Indonesia yang disebabkan oleh perilaku korupsi dalam bentuk prosedur dan pungutan ilegal baik dari segi waktu dan biaya yang harus dibayar menjadi salah satu alasan yang kerap di ucapkan. Alhasil upaya yang dilakukan untuk menarik para investor datang ke Indonesia belum memberikan hasil yang memuaskan
Korupsi yang telah merasuk pada berbagai lini dan sektor kehidupan telah menempatkan negara pada krisis multi dimensional. Sumber daya alam dan seluruh pendapatan negara terutama dari rakyat pembayar pajak telah ’dibajak’ oleh segelintir orang untuk kepentingan golongan dan kelompok, dan dampak yang diberikan sangat merugikan masyarakat secara luas. Ketimpangan sosial, kemiskinan, kebodohan, investasi yang tersendat merupakan dampak nyata dari perilaku korupsi. Nyata-nyata bahwa korupsi telah merenggut hak-hak dan harapan rakyat untuk hidup yang lebih baik dan berkeadilan.
Peringkat Indonesia sebagai negara paling wahid negara terkorup di asia, dan termasuk juga negara dalam kategori terkorup di dunia berdampak buruk pada citra dan martabat bangsa di mata dunia. Indonesia sebagai sebuah negara yang berlandaskan hukum kenyataannya belum mampu menegakkan hukum untuk mencegah dan memberantas korupsi. Kasus-kasus korupsi masih menjadi antrian panjang untuk dituntaskan, bahkan antrian tersebut cenderung bertambah. Hal ini harus mampu menjadi catatan untuk bergerak, bersatu dan merapatkan barisan untuk menuntaskannya. Karena sangat disadari arena korupsi berada pada wilayah kekuasaan, yang semakin tinggi dan besar kekuasaan, kecendrungan dan potensi korupsi juga besar. Apalagi jika korupsi itu dilakukan secara bergotong royong. Tentunya tembok yang akan dihancurkan akan semakin sulit. Dan salah satu unsur penting untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi harus dengan kekuasaan dan kekuatan yang besar pula. Good and political will dari seluruh tingkatan kekuasaan harus dibangun, jika persoalan ini memang ingin dituntaskan.
Harapan masyarakat yang kerap kandas terhadap pemerintah di dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi telah melahirkan rasa apatis dan pesimis bagi penyelesaian persoalan ini. Namun demikian hal ini dapat saja menjadi sebuah kekuatan untuk membangkitkan ’kemarahan’ rakyat atas ketidakmampuan pemerintah dalam menjalankan amanah yang telah diemban. Perilaku konsumtif dan permisif yang cenderung meningkat, modal sosial yang ada di masyarakat untuk melakukan ’tekanan’ dan ‘kontrol” terhadap jalannya pemerintahan yang korup melemah. Bahkan kecenderungannya masyarakat pun melakukan perilaku-perilaku yang korup. Baik oleh dorongan sistem dan mekanisme pemerintah yang korup maupun atas kesadaran sendiri dengan pemikiran bahwa ’bahwa orang lain saja korup, kenapa saya tidak?. Toh orang-orang yang korup yang merugikan rakyat dan negara tidak juga dihukum dan ditindak. Ternyata ketidakpastian penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi telah membentuk watak dan perilaku masyarakat menjadi korup. Jika hal ini dibiarkan tentunya negara ini semakin terperosok ke dalam jurang kehancuran.
Tak ada kata lain bahwa korupsi harus dilawan dan diberantas, karena nyata-nyata korupsi telah merampas hak-hak orang miskin, membuat masyarakat bodoh dan memperburuk citra bangsa. Sinergisitas kekuatan dan kekuasaan yang ada pada tatanan masyarakat harus dilakukan. Karena korupsi adalah merupakan kejahatan luar biasa dan jika dilakukan secara bergotong royong serta telah mengakar dan sistemik maka satu-satunya upaya awal yang dapat dilakukan adalah membangun dan menggerakkan kekuatan semua pihak. Mari berkeyakinan masih ada segelintir birokrat, pejabat legislatif, yudikatif, tokoh masyarakat, akademisi, mahasiswa sampai dengan pedagang kaki lima yang ingin bergerak, bersatu di dalam memberantas korupsi.
Korupsi dalam pandangan Islam
Islam adalah agama yang dijadikan oleh Allah sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan umat, mulai dari berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Islam mengatur semuanya tanpa ada sisi yang teralpakan (tidak diatur). Konsep Islam juga bersifat totalitas dan komprihensif, tak boleh dipilah-pilah, aturan dan konsep itu bersifat "mengikat" bagi setiap orang yang mengaku muslim. Mengambil sebagian dan membuang bagian lainnya, adalah sikap yang tercela dalam pandangan Islam (al-Baqaroh : 85).
Salah satu aturan Islam yang bersifat individual, adalah mencari kehidupan dari sumber-sumber yang halal. Agama Islam mengajarkan kepada manusia agar ketika mencari nafkah kehidupan di dunia ini, hendaknya ditempuh jalan yang halal dan terpuji dalam pandangan syara`. Pintu-pintu rezeki yang halal terbuka sangat luas, tidak seperti yang dibayangkan oleh banyak orang, bahwa di zaman modern ini pintu rezeki yang halal sudah tertutup rapat dan tak ada jalan keluar dari sumber yang haram. Anggapan ini amat keliru dan pessimistik. Tidak masuk akal, Allah memerintahkan hamba-Nya mencari jalan hidup yang bersih sementara pintu halal itu sendiri sudah tidak didapatkan lagi. Alasan di atas lebih merupakan hilah (dalih) untuk menjustifikasi realitas masyarakat kita yang sudah menyimpang jauh dan menghalalkan segala cara.
Dalam waktu yang sama, Allah swt melarang hambanya memakan harta/hak orang lain secara tidak sah, apakah melalui pencurian, copet, rampok, pemerasan, pemaksaan dan bentuk-bentuk lainnya. Dalam kaitan ini, Allah swt berfirman dalam al-Qur`an:
"Dan janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan cara yang batil". (al-Baqoroh 188, dan An-Nisa`: 29).

Larangan (nahy) dalam ayat di atas menunjukkan bahwa memakan barang atau harta orang lain, baik bersifat individu atau harta orang banyak hukumnya haram. Pelakunya diancam dengan dosa.
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan pemerintah. Dalam istilah politik bahasa Arab, korupsi sering disebut ‘al-fasad’, atau ‘risywah’. Tetapi yang lebih spesifik, ialah "ikhtilas" atau "nahb al-amwal al-`ammah". Firman Allah: ”Orang yang menyuap dan di suap sama dosanya”.
Dalam sidang Islamic Conffence Of Foreign Ministers ke 19 di Kairo menegaskan pada pasal 23 bahwa “wewenang adalah sebuah kepercayaan, dan menyalahgunakannya atau memanfaatkannya untuk tujuan yang tidak terpuji mutlak dilarang, agar dapat dijamin hak asasi manusia yang paling dasar”.
Korupsi telah mejadi wabah yang melanda hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Walaupun suara anti korupsi telah terdengar sejak berdirinya republik ini, tetapi gejalanya tidak pernah surut dan bahkan semakin menjadi-jadi. Kenyataan ini seharusnya menjadi tamparan umat beragama, khususnya umat Islam yang menghuni moyoritas negeri ini. Korupsi mewabah disebabkan dua hal, yakni kesalahan umat dalam memahami agama, dan ketidaktaatan dalam beragama. Dalam pemahaman, orang memandang bahwa ajaran Islam yang berkaitan dengan korupsi kalah penting dibanding dengan ajaran tentang ibadah. Orang melakukan korupsi lantas pergi haji, atau menyumbang mesjid dan madrasah. Dalam hal ketidaktaatan, orang melakukan korupsi karena menganggap agama tidak penting bahkan menganggap sebagai penghambat tercapainya kepentingan duniawi yang berjangka pendek.
Menilik keyakinan dan realitas yang ada di masyarakat, agama adalah sesuatu yang sangat penting dalam proses pembentukan karakter bangsa. Oleh karenanya sebagai umat mayoritas, menjadi kewajiban kita menjadikan Islam berfungsi dalam membangun masyarakat yang bersih dari korupsi.
Islam adalah agama yang secara tegas melarang korupsi. Islam melarang mencuri (sembunyi-sembunyi) dan merampok (terang-terangan) baik harta individu, kelompok atau publik. Larangan itu secara formal dirumuskan dalam hukum Islam dan juga akhlaq Islam.
Sebagaimana biasanya, pada suatu malam Khalifah Umar bin Khattab berkeliling untuk merasakan denyut kehidupan rakyatnya. Sembari beristirahat di teras sebuah rumah, beliau mendengar percakapan antara seorang ibu dan putrinya. Ibu tersebut mencampurkan susu dengan air agar memperoleh keuntungan yang besar. Putrinya melarang sang ibu, namun ibunya menjawab, ”bukankah Khalifah Umar tidak mengetahuinya”. Lantas putrinya berkata, ”Memang Umar tidak mengetahui, tapi Allah mengetahuinya”. Mendengar ucapan putrinya, Umar bin Khattab tertarik dengan integritas pribadi yang dimiliki putri sang ibu tersebut, hingga pada akhirnya Umar bin Khattab menikahkan anaknya (Abdullah bin Umar) dengan putri tersebut.
Walaupun Abdullah bin Umar anak seorang khalifah, tetapi kebijakan ayahnya membuat dia tidak bisa menikmati jabatan sang ayah. Suatu ketika Umar bin Khattab ra menemukan Abdullah bin Umar menunggang kuda yang terbaik. Jika dianalogkan zaman kekinian mungkin sekelas mobil mewah. Kemudian Umar bin Khattab memerintahkan kepada Abdullah bin Umar untuk mengembalikan kuda yang sudah dibeli oleh anaknya kepada pemiliknya semula. Pertimbangan Umar bin Khattab adalah karena harga kuda itu terlalu murah, tidak sebanding dengan kelasnya. Umar bin Khattab khawatir si penjual takut menjual dengan harga mahal, atau si penjual punya maksud tertentu. Selain itu Umar tidak senang keluarganya bermegah-megah dengan kendaraan.
Sejak orde reformasi, bangsa Indonesia baru membicarakan gratifikasi (pemberian terhadap pejabat pemerintahan) ke dalam hukum formal. Sebagai umat Islam, kurang apa lagi contoh yang diberikan oleh Umar bin Khattab ra. Beliau pernah diberi hadiah, lalu beliau bertanya kepada yang memberi hadiah, ”Sekiranya aku bukan khalifah, apakah Engkau akan memberinya?” Orang itu terdiam dan Umar bin Khattab menolak hadiah itu. Tidak perlu UU, PP atau Keppres. Yang bermain di wilayah ini adalah moralitas dan hati nurani.
Sosok pribadi yang penuh integritas seperti Umar bin Khattab ra dalam rangkaian do’anya pun tetap menginginkan agar diberikan generasi yang sholeh. Tidak hanya sholeh secara ritual tetapi juga sholeh sosial. Allah mengabulkan do’a Umar bin Khattab ra, tiga generasi kemudian muncullah sosok Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Dalam sebuah kisah, Umar bin Abdul Aziz harus mematikan lampu kantornya ketika salah seorang keluarganya ingin berbicara dengannya tentang masalah keluarga yang tidak ada hubungannya dengan masalah negara.
Secara yuridis formal, seorang pejabat sulit untuk dituntut di depan hukum karena menggunakan lampu negara untuk urusan keluarga yang hanya berjalan beberapa menit. Tetapi orang yang mempunyai standar moral yang tinggi akan menganggapnya sebagai korupsi, sedangkan orang yang mempunyai standar moral rendah menganggapnya hal biasa. Dengan demikian, persoalan korupsi bukan hanya persoalan hukum tetapi juga persoalan moral.
Tegaknya hukum adalah sesuatu yang mutlak, tetapi kemaslahatan bangsa tidak mungkin ditegakkan tanpa moral (akhlaq). Tanpa moral, orang akan selalu mencari celah hukum untuk melakukan kejahatan. Pernah seseorang bertanya tentang kewajiban zakat. Menurut hukum (fiqh), orang muslim yang mempunyai kambing harus mengeluarkan zakatnya apabila telah memiliki 40 ekor untuk masa setahun. Sebelum genap setahun, seekor diantaranya dihadiahkan kepada saudaranya atau dijual ke orang lain. Dalam kondisi ini menurut hukum dia tidak melanggar. Dia telah menemukan celah yang sangat jitu. Tetapi menurut ajaran moral, sesungguhnya dia telah melakukan kejahatan karena secara terencana menghindar dari kewajiban untuk menolong orang miskin atau kepentingan umum lainnya. Korupsi atau keserakahan banyak terjadi dengan beralasan tidak melanggar peraturan yang berlaku atau bahkan membuat peraturan untuk melegalkan keserakahan itu.
Sesungguhnya ajaran Islam yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah itu juga harus bermuara pada akhlaq. Ajaran tentang surga dan neraka, hisab dan keadilan mutlak di hari akhir. Semuanya tidak boleh berhenti pada spekulasi teologis, tetapi harus berujung pada kesempurnaan moral manusia di dunia ini.
Usaha anti korupsi ditingkat masyarakat dan lembaga agama tidak mungkin berhasil jika korupsi dikalangan lembaga penyelenggara pemerintahan tetap menggurita. Lembaga itu menguasai sumber daya yang sangat vital dan menyeluruh. Kata orang, agama rakyat tergantung pada pemimpinnya (al-ra’yyah ala din mulukihim).
Rongrongan Terhadap Ketahanan Nasional
Tidak diragukan lagi bahwa korupsi merupakan rongrongan terbesar bagi ketahanan nasional bangsa Indonesia, baik ketahann terhadap keamanan, ekonomi, sosial, politik, budaya dan bernegara. Korupsi membuat parah angka kemiskinan. Laporan mengenai korupsi hari demi hari semakin banyak, ini menunjukan jelas bahwa meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun tampaknya korupsi malah semakin meningkat.
Jawaban dari penyataan tersebut mungkin dapat ditemukan dalam dua bidang, pertama nilai-nilai sosial yang melemah, kepentingan umum dan tanggung jawab sosial dikesampingkan dengan mengejar status yang diukur dengan kepemilikan harta benda, kedua tidak adanya transparansi dan tanggungjawab dalam pelayanan publik. Tanggung jawab publik hanya merupakan basa-basi yang terus dilontarkan namun pelayanan terus berdampingan dengan ambisi-ambisi politik.
Korupsi merusak tatanan ketahanan nasional sangat sederhana alasannya namum berimbas yang sangat singnifikan yakni, keputusan-keputusan penting yang diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pribadi tanpa memperhitungkan akibat-akibatnya bagi masyarakat. Dalam lingkungan yang korup sumber daya disalurkan kepada bidang-bidang yang tidak produktif, yang bertujuan melindungi kepentingan pribadi, kedudukan dan harta kekayaan. Padahal seharusnya sumber daya baik manusia dan alam dipergunakan untuk pembangunan sosial ekonomi bagi peningkatan keamanan, ekonomi, sosial dan budaya bangsa.
Korupsi menimbulkan inefisiensi dan pemborosan dalam ekonomi, karena dampaknya pada alokasi dana, pada produksi, pada konsumsi, keuntungan yang diperoleh dari hasil korupsi kemungkinan besar tidak akan dialihkan ke sektor investasi karena uang haram biasanya digunakan hanya untuk bermewah-mewahan atau disimpan dalam rekening pribadi di luar negeri. Ini mengakibatkan dana investasi bocor dari ekonomi dalam negeri. Angka kemiskinan bertambah, pembangunan amburadul serta keamanan dan ketahanan nasional rusak.

Peranan besar ICMI dalam pemberantasan korupsi
Begitu besar bahaya korupsi bagi ketahanan nasional untuk itu peranan besar yang yang harus diambil oleh ICMI sebagai lembaga bernaung didalamnya generasi-generasi pemikir Indonesia yang memiliki kesempatan dan peluang serta memiliki tanggung jawab dalam mengatasi rongrongan dari korupsi terhadap ketahanan nasional, upaya yang dapat dilakukan antara lain, sebagai berikut:
1. Mengembalikan Peran Masyarakat.
Mengembalikan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dapat diwujudkan dalam bentuk, kesadaran akan mencari, memperoleh, memberikan data atau menginformasikan tentang tindak pidana korupsi sebagai tanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi. Sesuai dengan prinsip keterbukaan dalam negara demokrasi yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, kebebasan menggunakan hak tersebut haruslah disertai dengan tanggungjawab untuk mengemukakan fakta dan kejadian yang sebenarnya dengan menaati dan menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum serta hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. ICMI sebagai fasilitator gerakan mengembalikan peran serta masyarakat perlu mengambil langkah cepat, antara lain: memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya peran serta masyarakat dalam membangun bangsa Indonesia serta bebas dari praktek-paraktek korupsi.
2. Pengawasan terhadap Dewan.
Parlemen berada pada pusat akuntabilitas di bidang pembelanjaan publik. Perlu penguatan kapasitas Parlemen guna meninjau, menyetujui dan memantau pembelanjaan publik dengan melakukan koordinasi dan control terbuka terhadap kenerja parlemen, memberikan masukan yang positif bagi parlemen, partai politik serta pemerintah daerah dan utusannya. Upaya ini memerlukan komunikasi yang baik dalam rangka memberantas praktek korupsi. Hal ini memerukan kemauan politik ICMI dalam berupaya memberikan penyadaran dan mekanisme kontrol yang baik dan efektif sebagai bentuk pengawasan dalam penegakan dan standar pencegahan di tingkat anggota parlemen agar tidak terlibat korupsi.
3. Perluas Informasi publik.
Dua hal penting untuk memberantas KKN di Indonesia yang harus segera dibangun adalah dengan penguatan sistem penegakan hukum untuk memberikan efek jera (deterrent effect) dan mewujudkan pemerintahan sebagai pemerintahan yang terbuka transparan (open and transparence government). Kedua hal tersebut membutuhkan konsep dan operasional yang strategis. Dalam hal pengutan dan penegakan sistem hukum pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian merupakan ujung tombak penegakan hukum. Dalam menjalankan pemerintahan yang terbuka dan transparan langkah yang harus diambil adalah dengan mengembangkan 5 hak publik yaitu pertama hak publik untuk memantau atau mengamati prilaku pejabat publik dalam menjalankan fungsi publik. (right to observe) kedua hak publik untuk memperoleh dan mengakses informasi (public access to information) sebagai cara untuk mewujudkan transparansi, keterlibatan partisipasi publik yang berkualitas. Tanpa informasi yang akurat, benar dan real time, partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan tidak tepat sasaran, informasi merupakan kunci terhadap peningkatan akuntabilitas. Kebutuhan informasi sebagai alat dalam memperkuat fungsi kotrol dan audit. Ketiga hak publik untuk berpartisipasi dalam proses pembentukan kebijakan publik (right to participate) dengan keterlibatan partisipasi masyarakat akan memberikan masukan sehingga keputusan akan lebih akurat dan memberikan pendidikan politik dalam berdemokrasi kepada rakyat. Keempat kebebasan berekspresi yang salah satunya diwujudkan dengan kebebasan pers (free and responsible pers) dan kelima hak publik untuk mengajukan keberatan apabila hak-hak diatas tidak diabaikan (right to appeal).

4. Mendesain Program Anti Virus Korupsi
Pertama, harus ada keberanian kolektif dari semua elemen bangsa untuk mengoreksi semua aturan hukum yang tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi. Sampai sejauh ini aturan hukum yang ada masih terdapat inkonsistensi, tumpang tindih antara satu sama lain. Problem di tingkat aturan hukum tidak dapat dikatakan sepenuhnya terjadi karena kealpaan pembentuk peraturan perundang-undangan. Alasannya, karena meluasnya praktik korupsi pada hampir semua institusi negara, aturan hukum harus direkayasa sedemikian rupa agar membentuk peraturan-perundang-undangan dapat terhindar dari kemungkinan menjadi pesakitan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan selain membangun mekanisme dan sistem didalam melakukan pencegahan korupsi, tentunya harus dibangun pula kesadaran-kesadaran komunal di masyarakat kita, baik itu masyarakat yang berprofesi di domain negara, politik, pebisnis dan civil society. Dan realitanya saat ini kecenderungan dari masyarakat kita bersikap apatis, skeptis dan permisif terhadap pelanggaran nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat kita. Dikhawatirkan korupsi telah menjadi bagian penting yang harus dilakukan didalam menjalani kehidupan. Dan jika hal ini terjadi tentunya kita tidak dapat berharap banyak bahwa bangsa ini dapat keluar dari lorong labirin krisis multidimensi.
Kedua, perlu perubahan paradigma aparat penegak hukum. Selama ini dalam banyak kasus, pengungkapan korupsi justru membuka ladang korupsi baru di lingkungan aparat penegak hukum.
Ketiga, di tingkat masyarakat harus ada kesadaran kolektif baru bahwa praktik korupsi tidak kalah jahatnya dibandingkan dengan kejahatan penjajah. Kalau ini berhasil dilakukan, sanksi sosial akan lebih mudah dijatuhkan kepada para koruptor.
Keempat, hukum pembuktian terbalik.
Kelima, kepemimpinan sebagai pemangku jabatan publik harus menyebarkan dan mendukung prinsip-prinsip tidak mikir diri sendiri, objektivitas, keterbukaan, tanggungjawab, kejujuran melalui kepemimpinan dan keteladanan.